Thursday, February 16, 2023

Anakku Gifted : Karya dan Publikasi (2)

 FROM ZERO TO 'WOW'

Dia tidak mau meniru!

Membuat library, menyusun rumus, riset, semua dilakukan benar-benar dari nol. Bahkan suamipun tidak sanggup mengerjakan itu. 

Hanif membuat program jadwal sholat otomatis dalam bentuk jam digital menggunakan LED Display. Mungkin bagi orang awam tampak biasa saja ketika melihat produknya. Tetapi aku menjadi saksi bagaimana Hanif memulai, risetnya, datanya, rumusnya, frustrasinya, kemudian muncul ide-idenya. Semua dikerjakan sendiri. Oleh anak SMP Kelas Dua. Jam digital yang sangat costumize sesuai dengan kebutuhan pemakai. Mulai dari versi awal hingga beberapa variasi dan ukuran. 

"Ternyata sulit ya bikin seperti itu" kataku kepada suami.

"Ya iyalah. Programming itu rumit. Orang kebanyakan tinggal pakai saja "

" Jadi biasanya tugas bapak apa?"

" Aku yang bagian merakit alat saja dan ngasih usulan ke Hanif tentang kelengkapan fitur. Masukan dari para customer. Dia yang mikir "

Ya, saat itu suami sudah membuatkan toko online untuk memasarkan produk jam digital yang diberi nama Jam Digital Walasri. Beberapa pembeli offline dari para kenalan pun mulai berdatangan.

" Sampeyan bilang kalau itu bikinan Hanif?"

" Mmm, ada sih beberapa yang aku kasih tahu. Terutama yang kenalan dekat. Kebanyakan mereka percaya itu buatanku. Takut mereka meremehkan lebih dulu kalau aku bilang itu buatan anak SMP "





(Salah satu toko online untuk memasarkan karya Hanif)


Ratusan terjual, mulai Hanif masih SMP hingga kuliah, toko masih berjalan terus. Pernah pada satu Ramadhan sebelum pandemi tahun 2020, penjualan selama satu bulan mencapai keuntungan hingga 30 juta rupiah. Pesanan yang setiap hari masuk, membuat suami harus mempekerjakan pegawai untuk proses produksi hingga packing. 

Beberapa pekerja media tergelitik untuk mengangkat berita tentang Hanif.
 


  

                                                                        (Beberapa Publikasi Media Online)


(Tayangan di Televisi Nasional)


Hasil penjualan karya itulah yang kemudian menjadi penunjang biaya Hanif masuk kuliah hingga menjelang lulus. Dia sudah membiayai dirinya sendiri. 

Tepat di Bulan Maret 2018, satu hari setelah menerima KTP di usia tujuh belas tahun, Hanif membuka rekening pendaftaran haji dan mendapatkan nomor porsi. Semua dari hasil penjualan karyanya. 

"Bismillah. Sesuai niatku di awal dulu, aku ingin dia dan aku punya amal jariyah. Aku bercita-cita semua masjid atau musholla di Indonesia bisa memakai karya Hanif. Makanya harganya terjangkau dan kita tidak mengharapkan untung yang besar. Tidak ada biaya royalti untuk software yang dibuat Hanif. Murni harga sesuai bahan baku saja"

Ketika aku mempertanyakan ke suami, apakah tidak terlalu dini mendaftarkan Hanif haji?

"Insya Allah tidak. Aku hanya berharap, dengan karyanya ini Hanif akan senantiasa ingat dengan sholat, dan tentu saja ingat dengan ibadah haji"

Masih wow rasanya bagiku melihat pencapaian Hanif. Apalagi ketika akhirnya dia diterima di Informatika Institut Tekhnologi Bandung pada 2019. Entah karya programming apalagi yang akan berhasil dibuatnya kelak. 


Karya dan Publikasi (bagian 1)

Anakku Gifted: Karya dan Publikasi (1)

 SI 'HIPERAKTIF' ITU

Usai berguru kesana kemari dan mencoba berbagai macam device, ayahnya memberi tantangan yang lebih serius. Basic pendidikan suami yang elektronika, tentu ide-idenya tidak jauh dari sana. Bapak dan anak ini kemudian menjadi begitu klik.  

" Kita bikin alat ya, Nif. Bapak ajari kamu merakit dan menyolder "

" Maksudnya alat yang menggunakan mikrokontroler, pak?"

" Ya. Kamu nanti yang memrogram"

Percobaan pun dimulai. Komponen dirakit dan disolder. Ketika kecil Hanif dianggap sulit fokus dan hiperaktif. Dulu tatapan matanya tampak mengawang dan tidak peduli dengan sekitar. Fokusnya mudah beralih dan selalu bergerak seperti penyandang ADHD (Attention Deficit And Hyperactivity Disorder). Orang Jawa bilang 'pethakilan'. Kini tampaklah kreativitas dan komitmennya yang tinggi terhadap tugas. (Ingat The Three Ring Conception of Giftedness dari Renzulli)

Ada perbedaan mendasar antara perilaku Anak Gifted dengan ADHD. Pada anak penyandang ADHD, perilaku hiperaktifnya tampak tanpa tujuan dan sulit dikendalikan, sehingga kadang harus membutuhkan obat dari psikiater. 

Perilaku Anak Gifted lebih tampak sebagai keinginan eksplorasi yang sangat tinggi. Meskipun tampaknya mengganggu, jika diperhatikan lebih teliti ternyata mereka sedang melakukan pengamatan yang luar biasa. Kipas angin yang diotak atik, dinyala matikan, dikasih kertas di depannya, dimasuki batang sapu lidi sehingga berbunyi .......krokkk ....... krokkk. Pesawat telepon yang diangkat, didengarkan, ditekan-tekan, ditutup, diangkat lagi, didengarkan lagi dan berulang sampai puluhan kali. Payung yang dibuka, diputar-putar, ditelentangkan, dinaiki sampai patah bahkan kadang diisi air seperti kolam bebek.  Seluruh benda di rumah yang dipukul-pukul bergantian mengeluarkan aneka macam suara. 

Suatu kali Hanif kecil tampak sibuk mondar mandir dari satu tempat ke meja tamu. Belasan kali. Sebagai ibu tentu penasaran kenapa si anak mondar mandir bahkan tidak merespon ketika dipanggil. Aku memperhatikan lebih seksama. Aku tertawa hampir tebahak dan memanggil suami untuk ikut melihat. 

"Lihat, bapak. Siapa yang ditiru Hanif?"

Aku dan suami melihat Hanif seperti membuka pintu di dekat meja tamu, kemudian dia seakan memencet-mencet tombol di meja, kemudian tangannya seperti mengambil sesuatu, kemudian memasukkanya ke saku celama, kemudian dia seperti mengambil lagi sesuatu, kemudian seperti membuka pintu kembali dan keluar.

" Hahaha, dia meniru aku ambil uang di ATM." Suami menyadari kelucuannya. Padahal saat itu baru sekali dia diajak ayahnya ke ATM. 

Pernah juga Hanif tiba-tiba freeze. Tidak bergerak samasekali. berdiri tegak di jalan depan rumah. Aku mengajaknya masuk rumah, dia menolak hebat. Aku rengkuh, dia bergeming. Kesal. Apa maksudnya si anak. Aku lantas memperhatikan dengan seksama. Di tangannya Hanif memegang sebuah sisir yang dipegang tegak. Dua meter di hadapannya, sebuah mobil-mobilan berwarna merah mirip Ferrari. Sebatang sapu lidi menjulang di bagian belakang 'Ferrari' itu. Masya Allah, aku baru menyadari ketika cara dia memegang sisir seperti memegang remote control, dan sapu lidi yang menjulang itu seperti antena RC. 

Penyandang ADHD mungkin akan terus bergerak tanpa bisa berfokus pada satu hal, tetapi Anak Gifted pada hal-hal yang menarik baginya, dia akan sangat berfokus. Seperti saat Hanif membuat coding atau merakit komponen. Sebelum target yang dia buat selesai, maka dia akan terus bekerja dan fokus.

"Bapak dan Hanif semalam pulang jam berapa dari toko?"

"Jam 1 malam." Uh, pantaslah aku tidak tahu. Sudah kutunggu sejak jam 9 yang seharusnya waktu tutup toko. Kebetulan malam itu Hanif ikut ayahnya untuk mengerjakan proyek.

" Ngerjakan apa sih? Sampai tengah malam gitu"

" Ya biasalah Hanif. Kalau belum selesai dia tidak akan berhenti. Diajak pulang ya tidak mau. Sempat frustrasi dan marah-marah"

" Kenapa?"

" Mleduk. Konslet. Harus beli komponen baru. Akhirnya mau pulang" 

Kalau tidak fokus dan memiliki komitmen pada tugas, siapakah yang mau mengerjakan sesuatu sampai lewat tengah malam?  Karya yang dibuat Hanif dapat dilihat di sini


Karya dan Publikasi (Bagian 2)




Sunday, August 29, 2021

Gifted dan Sekolah. Bagian 2 : Sebuah Jawaban

 Aku menekan nomor ponsel psikolog di salah satu fakultas Psikologi Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya. Beliau yang mendiagnosis ke-Gifted-an Hanif. Beliau yang meyakinkanku.

Suara halus lembut Bu Hamidah (Alfatihah. Beliau menjadi salah satu korban pandemi covid-19 di Bulan Juli  tahun 2021) menyirami kegelisahanku. Aku menceritakan sekilas tentang Hanif. Sembari menahan tangis yang tercekat.

"Kira-kira apa yang terjadi dengan anak saya, bu?"

"Menurut saya, itu karena dia mengalami kebosanan."

"Bosan? Apakah karena kegiatan sekolah tidak menarik untuknya?"

"Ya, bu. Betul. Seorang anak gifted adalah anak yang memiliki kecerdasan dan kemampuan tinggi, memiliki daya kreativitas yang tinggi dan komitmen yang tinggi terhadap tugas."

The Three Ring Conception of Giftedness by Joseph Renzulli. Sebuah konsepsi dasar mengidentifikasi keberbakatan. Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa. 

"Anak Gifted memerlukan kegiatan yang lebih bervariatif dan menantang untuk mengeksplorasi seluruh kemampuannya. Itulah mengapa dia mudah bosan jika mengikuti cara belajar anak biasa. Kecepatan belajarnya membutuhkan asupan yang lebih dari pembelajaran biasa."

 "Dia suka tertidur di kelas."

"Iya bu, karena dia sudah tahu lebih dulu pelajaran yang disampaikan. Apalagi jika itu hanya bersifat pengulangan. "

"Atau tidak tertarik?"

"Seperti itu juga. Kalau tidak salah, Hanif suka dengan sains dan tekhnologi ya bu?"

"Betul. Dia sangat betah mengotak-atik komputernya. Selama di asrama, laptopnya hanya boleh dipakai hari Minggu"

"Nah, itu juga menjadi salah satu masalah. Dia sangat tertarik dengan komputer. Kalau mengotak- atik komputer menjadi kebutuhannya, maka apa yang bisa terjadi kalau kebutuhannya tidak terpenuhi?"

"Seperti orang yang kehausan." Aku mendesah.  

"Dia tidak mau mengerjakan tugas, bu" tambahku.

"Ya, karena cara belajarnya memang berbeda. Perlu diberi tugas yang lebih membuatnya tertantang." 

"Okh. Benar, bu. Tugas membuat rangkuman katanya sulit. Menurutnya semua terasa penting dan tidak bisa dipilih mana yang paling penting untuk ditulis. Juga tugas-tugas lain yang baginya gak berguna."

"Ya bu. Itulah tantangannya mendidik anak gifted. Lompatan berpikir yang jauh di atas teman sebayanya kadang membuat ia kesulitan di sekolah. Ada beberapa cara yang mungkin bisa sebagai solusi. Sekolah memberikan pengayaan pelajaran yang lebih tinggi atau mungkin ada kegiatan ekstrakurikuler yang bervariasi dan sesuai dengan minatnya."

"Ada rencana sekolah mendatangkan guru robotik, bu." Aku mengingat dialog ku dengan kepala sekolah. Ada rencana, tapi belum terlaksana. Antara lain karena peminatnya mungkin baru Hanif saja. 

"Nah, saya kira itu bisa dicoba."

Aku menerawang kembali. Sejam yang lalu aku ditunjukkan rapor bulanan Hanif. Kolom-kolom nilai yang kosong. Rangking 29 dari 30 siswa. 

Tergelitik dengan nilai salah satu mata pelajaran. Komputer. Nilai yang tercantum hanya 60, jauh di bawah nilai ketuntasan minimal. Bagaimana bisa seorang anak yang sejak usia 2,5 tahun sudah berkutat dengan komputer dan bahkan kelas lima SD sudah belajar pemrograman secara otodidak, hanya mendapatkan nilai bawah?

Aku susuri bagian materi tes tulis yang diambil untuk nilai rapor: Prosedur menyala matikan CPU, Pengertian Hardware, Pengertian Software, dan sebagainya. Aku tersenyum kecut. 

Benar kata bu Hamidah. Terlalu mudah. Untuk apa dikerjakan? Coba minta Hanif bercerita tentang sejarah komputer dan bahasa pemrograman yang dia ketahui. Coba minta Hanif langsung mendemokan program yang sudah ia buat. Mungkin pengetahuannya malah akan melebihi guru komputernya. Seperti ayahnya yang pernah mengakui kalah. 

"Jadi apa yang harus kami lakukan sekarang."

"Coba saya bantu menghubungi kawan psikolog di universitas setempat." Bu Hamidah menyebut sebuah universitas swasta ternama di kota dingin itu. "Beliau concern di anak gifted. Beliau saat ini tengah menyelesaikan doktoral. Mungkin bisa membantu mendalami lagi kondisi Hanif saat ini."

Setetes air dingin membasahi hatiku. Baiklah, kita mulai lagi sesi-sesi konseling. Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menjadi cermin yang mengambarkan kondisi Hanif secara utuh. Aku tidak bisa menjelaskan kepada orang lain dengan seluruh bias yang aku sandang sebagai seorang ibu. Aku butuh bantuan expert. 

-----------------------------------------------------------------------------------------------


Bu Iswinarni sudah berumur. Pembawaanya tenang dan terjaga, seperti para psikolog lain yang pernah kami temui. 

Setumpuk kertas yang usai beliau periksa, dan selembar hasil rangkuman yang rupanya butuh bubuhan tandatangan. 

Kami di sini. Aku dan suamiku. Ruang konseling psikologi. Hanif sudah menjalani pemeriksaan beberapa hari lalu. 

"Kami melakukan tes khusus untuk gifted. Sesuai informasi yang saya dapat dari Bu Hamidah." Kalimat yang mulai serius setelah sekian basa-basi kami. 

"Selain Tes WISC kami juga melakukan Tes Binet. Untuk anak gifted memang dilakukan lebih dari satu tes untuk dapat dibandingkan. Apalagi pada anak gifted yang juga mengalami keterbatasan verbal." lanjut Bu Iswin.

Wechsler Intelligence Scale for Children. Dua tahun sebelumnya, nilai tes WISC Hanif menunjukkan skor IQ 123. Bu Hamidah mengatakan bisa lebih tinggi. Karena tes psikologi hanya memotret pada satu waktu saja. Sedangkan Hanif saat itu berada pada kondisi tertekan. Meskipun begitu, Bu Hamidah mendiagnosis Gifted pada Hanif melalui ciri-ciri yang lain. Sebagaimana teori tiga cincin Pak Renzulli. 

Anak Gifted memiliki intelegensia tinggi, tetapi tidak semua anak dengan intelegensia tinggi adalah anak gifted. Bright Child, adalah salah satu kategori anak dengan intelegensia tinggi. 

Seperti ini salah satu tulisan di situs Psychology Today : 

        "A bright child knows the answer, the gifted learner ask the questions"

Anak Gifted sangat kritis dengan banyak pertanyaan. Setiap satu jawaban yang kita berikan, dia akan mempertanyakan lagi jawaban itu. Hingga si penjawab akan kelabakan dan kehabisan jawaban. Meskipun pertanyaannya masih belum habis juga. 

Begitulah keseharian yang aku hadapi sebagai seorang ibu. Kalau meminta dia melakukan sesuatu, aku harus bisa menjelaskan dengan detil alasannya. Bahkan untuk sebuah perintah "Ayo, mandi!" 

Kenapa?

Ya supaya badanmu bersih.

Aku tidak merasa kotor. Tidak main-main dengan kotoran.

Ya kan badanmu mengeluarkan keringat dari kelenjar keringat. Ingat kan kamu juga minum, jadi juga mengeluarkan keringat. Nah, keringat yang keluar dari pori-porimu itu bercampur dengan debu-debu dari lingkungan. Jadinya lengket dan hanya bisa dibersihkan dengan mandi dengan sabun.

Debu-debu yang mana. Memangnya di dalam rumah ada debu?

Iiih, banyak debu halus. Ukuran mikro. Sel epitel kulitmu itu juga secara berkala akan mati digantikan dengan sel baru di bawahnya. Itu namanya daki. Kalau dakimu menumpuk campur keringat, bisa jadi tempat kuman berkembang loh. Kamu tahu kan kalau di seluruh permukaan kulit kita banyak bakteri Staphylococcus. Bangkai bakteri-bakteri yang mati itu juga jadi kotoran. Tahu?

Dia tahu semua yang aku bicarakan. Dia pelahap buku-buku teks fisiologi kedokteran sejak kelas 3 SD. 

Setelah setengah jam di dalam kamar mandi tanpa suara percikan air, Dia lari tunggang langgang keluar lagi dengan teriakan hebat, Aaaaaaaaaa..........

Kenapa? Ada apa?

Aaaaaaaa......., aku takut. Air di bak mandi kan air mentah. Banyak bakteri kecil-kecil ukuran mikro. Nanti nempel di kulitku. Nanti masuk mulut kalau aku kumur-kumur........

---------------------------------------------------------------------------------------------

Aku kembali menyimak untaian kata Bu Iswin. 

"Jadi begini, bu. Dua macam tes yang kami lakukan untuk Hanif adalah untuk perbandingan. Jika ada hasil yang berbeda atau timpang, maka kami akan mengambil nilai perfomance  tertinggi."

Bu Iswin menyodorkan hasil pemeriksaan untuk kami baca. Seratus empat puluh empat. Skor IQ yang tertulis. 

"Tingkat intelegensianya tinggi. High ability."

Bu Iswin menunjuk dengan ujung penanya. 

"Tingkat kreativitasnya terlihat tertekan."

"Kenapa ya, bu?" 

"Hm, Hanif rupanya berada pada kondisi tertekan dan hampir ke arah depresi."

Aku menghela nafas. Rasa bersalah menelusup dalam relung hati. Mungkin inilah jawabannya 


Bagian 1: Dia yang Hilang



LOGO IDI

LOGO IDI

LOGO PEMDA GRESIK

LOGO PEMDA GRESIK